google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Analisa Saham SGRO | Following the pattern Langsung ke konten utama

Analisa Saham SGRO | Following the pattern

SGRO: Following the pattern

Sejalan dengan penurunan harga CPO global, harga jual rata-rata CPO SGRO juga mencatatkan penurunan sebesar 11,7% YoY di 2018. DItengah penurunan harga jual, volume penjualan hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 7% YoY dan membawa pendapatan di 2018 tercatat turun sebesar 11,3% YoY. Berdasarkan kinerja di 2018, kami merevisi turun outlook kinerja SGRO dimana pendapatan dan laba bersih direvisi turun sebesar 7,4% dan 82,5% di 2019. Kami memperkirakan kinerja SGRO akan bertumbuh terbatas disebabkan oleh 1) harga jual CPO yang masih cenderung turun sampai 1Q19, dan 2) beban keuangan yang tinggi seiring kenaikan net gearing ratio. Meski demikian, faktor lain seperti 1) potensi perbaikan harga CPO global di 2H19 dan 2) realisasi persediaan di 2019 yang lebih baik akan mampu menjadi katalis positif bagi kinerja SGRO kedepannya. Sejalan dengan hal ini, kami mempertahankan rekomendasi HOLD untuk SGRO namun menurunkan target harga ke Rp2.100 (implied PB 1,01x di 2019) dari sebelumnya Rp2.300. Saat ini, SGRO diperdagangkan pada PB 1,1x di 2019.

Penurunan ASP CPO dan PK menjadi penekan kinerja. Sepanjang tahun 2018, SGRO mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 11,3% YoY (2018: Rp3,2 triliun) sejalan dengan penurunan harga jual CPO dan PK yang masing-masing tercatat sebesar 11,7% YoY dan 25,5% YoY. Sejalan dengan penurunan pendapatan, marjin keuntungan juga tertekan dimana marjin laba kotor dan laba operasi tercatat sebesar 21,5% (2017: 26,1%) dan 10,7% (2017: 16,9%). Selain itu, ditengah penurunan kinerja, tingkat utang SGRO cenderung meningkat dengan net gearing ratio tercatat 0,83x di 2018 (2017: 0,62x). Hal ini memicu kenaikan biaya keuangan sebesar 13,4% dan menyebabkan laba bersih turun 76,3% YoY (2018: Rp56 miliar).

Pertumbuhan volume penjualan belum mampu menopang kinerja. Volume penjualan CPO dan PK di 2018 naik 7% YoY (2017: +19% YoY) dan 19% YoY (2017: +12% YoY), lebih lambat dibanding penurunan harga CPO dan PK di 2018. Hal ini juga bertolak belakang dengan tingginya volume produksi di 2018 yang didukung oleh kondisi cuaca yang baik. Total produksi FFB dan CPO di 2018 tercatat masing-masing sebesar 23% YoY (2017: +6% YoY) dan 24% YoY (2017: +8% YoY). Sehingga, persediaan SGRO di 2018 meningkat 54% YoY (2018: Rp438 miliar).

Pertumbuhan volume penjualan dan produksi diperkirakan inline di 2019. Memasuki tahun 2019, manajemen memperkirakan volume produksi masih akan tumbuh di kisaran 5%-10% YoY ditengah rencana replanting untuk nucleus dan plasma di 2019 yang diperkirakan mencapai 2.500-2.700 ha, didukung oleh profil umur tanaman inti yang mayoritas berada di usia produktif dengan umur rata-rata 11 tahun. Sejalan dengan hal ini, kami memperkirakan volume penjualan akan mampu tumbuh ~8% YoY didukung oleh pertumbuhan volume produksi dan realisasi persediaan di 2019. Dengan demikian kami memperkirakan pendapatan dan laba bersih SGRO di 2019 akan bertumbuh ~5% YoY menjadi Rp3,37 triliun dan Rp59 miliar secara berturut-turut. Selain itu, marjin keuntungan diperkirakan stabil dan beban keuangan masih menjadi downside risk bagi marjin laba bersih seiring dengan kenaikan net gearing ke 0,83x di 2018 (2017: 0,62x).

Pergerakkan harga CPO global akan mempengaruhi kinerja kedepan. Sampai dengan saat ini, rata-rata harga CPO global masih mencatatkan penurunan sebesar 7,2% YoY. Tingginya stok CPO ditengah permintaan yang cenderung lemah menjadi sentimen negatif bagi harga CPO global. Dengan demikian, kami memperkirakan harga jual CPO domestik di 1Q19 masih cenderung tertekan. Namun demikian, melihat selisih pergerakkan harga CPO dan soybean oil, saat ini telah berada di atas rata-rata 10 tahun terakhir yang sebesar ~400 MYR/ton sehingga hal ini berpotensi menjadi katalis positif yang dapat menopang harga CPO global di 2H19. Perbaikan hubungan dagang AS dan China juga turut berdampak positif terhadap hal ini. Dengan demikian kami memperkirakan harga CPO global di 2019 meningkat ke kisaran 2.300 MYR/ton.

Mempertahankan rekomendasi HOLD, menurunkan  target harga ke Rp2.100. Berdasarkan kinerja di 2018, kami merevisi turun outlook kinerja SGRO dimana pendapatan dan laba bersih direvisi turun sebesar 7,4% dan 82,5% di 2019. Kami memperkirakan kinerja SGRO akan bertumbuh terbatas disebabkan oleh 1) harga jual CPO yang masih cenderung turun sampai 1Q19, dan 2) beban keuangan yang tinggi seiring kenaikan net gearing ratio. Meski demikian, faktor lain seperti 1) potensi perbaikan harga CPO global di 2H19 dan 2) realisasi persediaan di 2019 yang lebih baik akan mampu menjadi katalis positif bagi kinerja SGRO kedepan. Sejalan dengan hal ini, kami masih merekomendasikan HOLD untuk SGRO namun menurunkan TP ke Rp2.100 (implied PB 1,01x di 2019) dari sebelumnya di Rp2.300. Saat ini, SGRO diperdagangkan pada PB 1,1x di 2019.


Best Regards,
Panin Sekuritas

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Cara Menggunakan Elliott Wave

Mengenal Elliott Wave Teori Elliott Wave dikembangkan oleh R.N. Elliott dan dipopulerkan oleh Robert Prechter . Teori ini menegaskan bahwa perilaku orang banyak surut dan mengalir dalam tren yang jelas. Berdasarkan pasang surut ini, Elliott mengidentifikasi struktur tertentu untuk pergerakan harga di pasar keuangan. Artikel ini adalah sebuah pengantar dasar untuk teori Elliott Wave. Suatu urutan dasar impuls 5-gelombang dan urutan korektif 3-gelombang dijelaskan. Saat teori Elliott Wave menjadi jauh lebih rumit daripada kombinasi 5-3 ini, artikel ini hanya akan fokus pada dasar-dasarnya. RN Elliott Derajat Gelombang dalam Elliott Wave elliott wave degree Konvensi pelabelan yang ditunjukkan di atas adalah yang ditunjukkan dalam buku Elliott Wave. Dalam Elliott-speak, konvensi pelabelan ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat atau tingkat gelombang, yang mewakili ukuran tren yang mendasarinya. Angka Romawi huruf besar mewakili gelombang derajat besar, angka sederha...

Mengenal Indikator Saham OBV | On-Balance Volume

Apa itu On-Balance Volume (OBV)? On-balance volume (OBV) adalah indikator momentum perdagangan teknis yang menggunakan aliran volume untuk memprediksi perubahan harga saham. Joseph Granville pertama kali mengembangkan metrik OBV dalam buku 1963, "Granville's New Key to Stock Market Profits." Granville percaya bahwa volume adalah kekuatan utama di balik pasar dan dirancang OBV untuk diproyeksikan ketika gerakan besar di pasar akan terjadi berdasarkan perubahan volume. Dalam bukunya, ia menggambarkan prediksi yang dihasilkan oleh OBV sebagai "a spring being wound tightly." Dia percaya bahwa ketika volume meningkat tajam tanpa perubahan signifikan dalam harga saham, harga akhirnya akan melonjak ke atas atau jatuh ke bawah. indikator obv saham Intisari Penggunaan Indikator OBV On-balance volume (OBV) adalah indikator teknis momentum, menggunakan perubahan volume untuk membuat prediksi harga. OBV menunjukkan sentimen kerumunan yang dapat mempredi...

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...