google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Analisa Saham SMRA: Risks still intact Langsung ke konten utama

Analisa Saham SMRA: Risks still intact

SMRA: Risks still intact

SMRA mencatatkan pendapatan sebesar Rp1,1 miliar di 1Q19 (-35,3%% QoQ, -11,4% YoY) dimana pendapatan yang turun ini disebabkan oleh adanya penurunan dari segmen pengembang properti di Rp540 miliar (50,9% ke total pendapatan, -20,5% YoY) sebagai dampak dari pengakuan penjualan apartemen yang lebih rendah di Rp101 miliar (-77,8% YoY) dan perumahan di Rp122 miliar (-31,0% YoY). Per 3M19, marketing sales tercatat sebesar Rp1,1 triliun (1Q18: Rp485 miliar) atau 28,4% dari target manajemen di Rp4 triliun. Kami masih melihat adanya downside risk dari beberapa rencana peluncuran produk di 2019 dengan ticket size diatas Rp2 miliar seperti Mozzart B, Flamingo dan Sumitomo (total value: Rp1,6 triliun). Laba SMRA di 1Q19 tercatat sebesar Rp42 miliar (-82,8% QoQ, +1,0% YoY) yang dikarenakan top-line yang lebih rendah dari estimasi, walaupun dari sisi marjin terlihat positif dari peningkatan marjin yang didorong oleh: (1) kenaikan marjin laba kotor didorong oleh perubahan sales mix dimana proporsi apartemen turun menjadi  9,5% dan porsi penjualan kapling beserta bangunan komersial mengalami kenaikan di 12,4% dan 14,7% secara berurutan, serta (2) kenaikan pendapatan keuangan di Rp29 miliar (+96,5% YoY). Tingkat hutang tercatat masih tinggi dimana net gearing berada pada level 0,76x di 1Q19 (1Q18: 0,79x) sedangkan arus kas operasi tercatat positif di Rp275 miliar walau patut dicermati kebutuhan modal kerja masih cukup besar. Kami masih merekomendasikan HOLD dengan TP di Rp1.200 (implied 56% discount to NAV) disebabkan oleh: (1) estimasi marketing sales yang dibawah target (2) potensi peningkatan utang untuk modal kerja.

Pendapatan tercatat turun namun in-line dengan estimasi. SMRA mencatatkan pendapatan sebesar Rp1,1 miliar di 1Q19, (-35,3%% QoQ, -11,4% YoY), in-line dengan estimasi (PANS: 17,9%; Kons: 17,7%). Sebagai informasi, secara historis pendapatan SMRA di kuartal pertama secara rerata berkontribusi sebesar 19,4% terhadap total pendapatan tahunan. Pertumbuhan pendapatan yang menurun ini disebabkan oleh adanya penurunan dari segmen pengembang properti di Rp540 miliar (50,9% ke total pendapatan, -20,5% YoY) sebagai dampak dari pengakuan penjualan apartemen yang lebih rendah di Rp101 miliar (-77,8% YoY) dan perumahan di Rp122 miliar (-31,0% YoY). Disisi lain, kontribusi pendapatan berulang di 1Q19 naik menjadi 49,1% terhadap total pendapatan (1Q18: 43,2%) dan tercatat masih bertumbuh tipis di Rp520 miliar (+0,4% YoY) didukung oleh kenaikan pendapatan dari mal dan retail di Rp348 miliar (+4,7% YoY) serta hotel di Rp75 miliar (+1,1% YoY). Kami mengestimasi pendapatan SMRA di 2019 sebesar Rp5,9 triliun (+4,7% YoY) yang akan didominasi oleh pengakuan pendapatan penjualan perumahan di Rp2,2 triliun (+19,3% YoY) didorong oleh mayoritas marketing sales yang berasal dari penjualan perumahan di 2017 (46,2%) dan 2018 (63,5%) yang sebagian besar berasal dari proyek di Serpong seperti cluster Rossini dan Mozart.

Marketing sales di 1Q19 positif, namun downside risk masih ada. Per 3M19, marketing sales tercatat sebesar Rp1,1 triliun (1Q18: Rp485 miliar) atau 28,4% dari target manajemen di Rp4 triliun. Pencapaian ini utamanya disumbangkan oleh penjualan perumahan di Rp857 miliar (+249% YoY), ruko di Rp119 miliar (+83,3% YoY), dan apartemen di Rp157 miliar (+76,8% YoY). Penjualan perumahan dengan target menengah-kebawah (ticket size:

Laba berada dibawah estimasi. Laba SMRA di 1Q19 tercatat sebesar Rp42 miliar (-82,8% QoQ, +1,0% YoY), dibawah estimasi (PANS: 9.9%; Kons: 10,1%) yang disebabkan oleh dampak top-line yang lebih rendah dari estimasi, walaupun dari sisi marjin tercatat mengalami peningkatan tipis yang didorong oleh: (1) kenaikan marjin laba kotor yang disebabkan oleh perubahan sales mix dimana proporsi apartemen turun menjadi  9,5% (1Q18: 38,0%) dan porsi penjualan kapling serta bangunan komersial mengalami kenaikan di 12,4% (1Q18: 1,7%) dan 14,7% (1Q18: 1,7%)  secara berurutan, serta (2) kenaikan pendapatan keuangan di Rp29 miliar (+96,5% YoY). Patut diketahui, tingkat hutang tercatat masih tinggi dimana net gearing berada pada level 0,76x di 1Q19 (1Q18: 0,79x) dimana beban bunga tercatat naik ke Rp191 miliar (+15,6% YoY). Arus kas operasi tercatat positif di 1Q19 sebesar Rp275 miliar (1Q18: Rp148 miliar) namun kebutuhan modal kerja cukup besar patut menjadi perhatian dimana terdapat proyek yang sedang dalam tahap penyelesaian seperti Kensington dan Primrose Condovillas.

Merekomendasikan HOLD dengan target harga di Rp1.200 atau dengan implied 56% discount to NAV disebabkan oleh: (1) estimasi marketing sales yang dibawah target manajemen karena tahun politik, melemahnya harga komoditas serta harga produk yang relatif mahal (2) potensi peningkatan utang untuk modal kerja.


Best Regards,
Panin Sekuritas

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Cara Menggunakan Elliott Wave

Mengenal Elliott Wave Teori Elliott Wave dikembangkan oleh R.N. Elliott dan dipopulerkan oleh Robert Prechter . Teori ini menegaskan bahwa perilaku orang banyak surut dan mengalir dalam tren yang jelas. Berdasarkan pasang surut ini, Elliott mengidentifikasi struktur tertentu untuk pergerakan harga di pasar keuangan. Artikel ini adalah sebuah pengantar dasar untuk teori Elliott Wave. Suatu urutan dasar impuls 5-gelombang dan urutan korektif 3-gelombang dijelaskan. Saat teori Elliott Wave menjadi jauh lebih rumit daripada kombinasi 5-3 ini, artikel ini hanya akan fokus pada dasar-dasarnya. RN Elliott Derajat Gelombang dalam Elliott Wave elliott wave degree Konvensi pelabelan yang ditunjukkan di atas adalah yang ditunjukkan dalam buku Elliott Wave. Dalam Elliott-speak, konvensi pelabelan ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat atau tingkat gelombang, yang mewakili ukuran tren yang mendasarinya. Angka Romawi huruf besar mewakili gelombang derajat besar, angka sederha...

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator Saham OBV | On-Balance Volume

Apa itu On-Balance Volume (OBV)? On-balance volume (OBV) adalah indikator momentum perdagangan teknis yang menggunakan aliran volume untuk memprediksi perubahan harga saham. Joseph Granville pertama kali mengembangkan metrik OBV dalam buku 1963, "Granville's New Key to Stock Market Profits." Granville percaya bahwa volume adalah kekuatan utama di balik pasar dan dirancang OBV untuk diproyeksikan ketika gerakan besar di pasar akan terjadi berdasarkan perubahan volume. Dalam bukunya, ia menggambarkan prediksi yang dihasilkan oleh OBV sebagai "a spring being wound tightly." Dia percaya bahwa ketika volume meningkat tajam tanpa perubahan signifikan dalam harga saham, harga akhirnya akan melonjak ke atas atau jatuh ke bawah. indikator obv saham Intisari Penggunaan Indikator OBV On-balance volume (OBV) adalah indikator teknis momentum, menggunakan perubahan volume untuk membuat prediksi harga. OBV menunjukkan sentimen kerumunan yang dapat mempredi...