google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Obligasi | Efek Stimulus Moneter terhadap Pasar Obligasi Dinilai Tidak Instan Langsung ke konten utama

Obligasi | Efek Stimulus Moneter terhadap Pasar Obligasi Dinilai Tidak Instan

Bisnis.com, JAKARTA—Pemangkasan kembali suku bunga acuan oleh Bank Indonesia dinilai tidak akan memberikan dampak instan ke pasar obligasi.

Bank Indonesia disebut-sebut akan kembali menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada hari ini, Kamis (19/3/2020) seiring pemangkasan suku bunga acuan The Fed. Sebulan lalu, BI telah memangkas suku bunga sebesar 25 bps ke level 4,75 persen.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan penurunan suku bunga acuan memang merupakan langkah yang dapat ditempuh bank sentral dalam memberikan stimulus moneter.

Namun, dia menilai keputusan itu tak akan serta merta menurunkan imbal hasil obligasi Indonesia dan membuat harganya naik. Pasalnya, dia menilai saat ini pasar masih cukup panik dan akan lebih memilih uang tunai.

“[Investor] Sekarang sih lagi pada lari aja ke safe haven seperti cash atau malah balik ke US Treasury. Tapi di situasi ini sepertinya cash paling oke,” katanya kepada Bisnis, Rabu (18/3/2020)

Ramdhan  mengatakan jika memang BI akan kembali memangkas suku bunga acuan, dia harap BI tidak terlalu agresif dan melakukannya secara bertahap agar tidak terjadi shock di pasar.

Menurutnya, selain stimulus moneter pemerintah juga perlu memberikan stimulus dari sisi medis untuk menghindari penyebaran Covid-19 yang lebih luas lagi. Ini dinilai akan lebih efektif untuk menenangkan pasar.

"[Tekanan pasar] ini sementara, tapi sementaranya itu tergantung bagaimana penyelesaian corona ini. Kalau berhasil ditangani, paruh kedua 2020 pasar akan mulai normal kembali," tambah Ramdhan.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga mengatakan saat ini ruang untuk Bank Sentral menurunkan suku bunga memang cukup lapang karena The Fed memangkas suku bunga besar-besaran.

Namun, kata Nico, banyak pihak yang memprediksi bahwa situasi Indonesia saat ini belum yang terburuk sehingga sebaiknya Bank Sentral menyisakan ruang untuk berjaga-jaga jika wabah corona atau covid-19 ini terus meningkat.

Dia juga menyebut saat ini ketidakpastian di pasar terbilang tinggi sehingga tak ada jaminan yield akan ikut turun ketika suku bunga acuan diturunkan..

 “Kalau BI pangkas suku bunga, harga obligasi akan naik, imbal hasil turun. Itu rumusnya, tapi kondisi saat ini tidak membiarkan hukum itu berjalan,” tambahnya.

Baik Ramdhan maupun Nico sama-sama menilai bahwa minat pasar terhadap obligasi Indonesia belum surut. Hal ini tercermin dari angka penawaran lelang yang masih cukup tinggi.

Tercatat, pada lelang yang dilakukan pada Selasa (17/3/2020) lalu, hasil lelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) menghasilkan total penawaran sebesar Rp51,3 triliun.

Di sisi lain, keduanya memproyeksi aktivitas penerbitan surat utang akan melambat pada semester ini, antara lain karena ketidakpastian pasar dan tingginya cost of fund yang harus ditanggung oleh perusahaan.

“Untuk penerbitan akhirnya semua industri akan berpikir ulang. Kecuali mereka yang butuh refinancing, butuh asupan kas, mungkin akan tetap menerbitkan,” ujar Ramdhan.

Selain kebutuhan akan arus kas, Nico juga menambahkan perusahaan dari sektor industri yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas ekspor dan impor juga kemungkinan akan tetap menerbitkan obligasi.

“Apalagi kalau dia punya market share bisnis yang oke. Tapi mostly [perusahaan] akan menahan diri,” tutupnya.

Berdasarkan Bursa Efek Indonesia per Rabu (18/3/2020), dalam pipeline BEI terdapat 21 unit obligasi dan sukuk yang akan diterbitkan dengan nilai Rp23,38 triliun. Adapun unit obligasi tersebut akan dikeluarkan oleh 20 issuer.

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan data pipeline BEI per Rabu (4/3/2020) yakni hanya terdapat 10 unit obligasi dan sukuk senilai Rp13,60 triliun yang akan dikeluarkan oleh 9 issuer.

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Cara Menggunakan Elliott Wave

Mengenal Elliott Wave Teori Elliott Wave dikembangkan oleh R.N. Elliott dan dipopulerkan oleh Robert Prechter . Teori ini menegaskan bahwa perilaku orang banyak surut dan mengalir dalam tren yang jelas. Berdasarkan pasang surut ini, Elliott mengidentifikasi struktur tertentu untuk pergerakan harga di pasar keuangan. Artikel ini adalah sebuah pengantar dasar untuk teori Elliott Wave. Suatu urutan dasar impuls 5-gelombang dan urutan korektif 3-gelombang dijelaskan. Saat teori Elliott Wave menjadi jauh lebih rumit daripada kombinasi 5-3 ini, artikel ini hanya akan fokus pada dasar-dasarnya. RN Elliott Derajat Gelombang dalam Elliott Wave elliott wave degree Konvensi pelabelan yang ditunjukkan di atas adalah yang ditunjukkan dalam buku Elliott Wave. Dalam Elliott-speak, konvensi pelabelan ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat atau tingkat gelombang, yang mewakili ukuran tren yang mendasarinya. Angka Romawi huruf besar mewakili gelombang derajat besar, angka sederha...

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator Saham OBV | On-Balance Volume

Apa itu On-Balance Volume (OBV)? On-balance volume (OBV) adalah indikator momentum perdagangan teknis yang menggunakan aliran volume untuk memprediksi perubahan harga saham. Joseph Granville pertama kali mengembangkan metrik OBV dalam buku 1963, "Granville's New Key to Stock Market Profits." Granville percaya bahwa volume adalah kekuatan utama di balik pasar dan dirancang OBV untuk diproyeksikan ketika gerakan besar di pasar akan terjadi berdasarkan perubahan volume. Dalam bukunya, ia menggambarkan prediksi yang dihasilkan oleh OBV sebagai "a spring being wound tightly." Dia percaya bahwa ketika volume meningkat tajam tanpa perubahan signifikan dalam harga saham, harga akhirnya akan melonjak ke atas atau jatuh ke bawah. indikator obv saham Intisari Penggunaan Indikator OBV On-balance volume (OBV) adalah indikator teknis momentum, menggunakan perubahan volume untuk membuat prediksi harga. OBV menunjukkan sentimen kerumunan yang dapat mempredi...