google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Apa Itu Saham Auto Rejection, ARA dan ARB? Ini Jawabannya Langsung ke konten utama

Apa Itu Saham Auto Rejection, ARA dan ARB? Ini Jawabannya


Selain pompom saham, akhir-akhir ini ramai istilah ARA dan ARB pada beberapa saham yang dikoleksi investor. Misalnya saham X kena ARB karena harganya turun tajam atau saham Z terkena ARA karena menyentuh ambang batas.

Buat calon investor pasti bingung dengan ARA dan ARB. Tetapi kalau mau terjun investasi saham, kamu harus tahu istilah tersebut. Sebab ARA dan ARB termasuk dalam mekanisme perdagangan saham

Pengertian Auto Rejection, ARA dan ARB

ARA adalah Auto Rejection Atas, sedangkan ARB merupakan kependekan dari Auto Rejection Bawah.

Sebelum membahas ARA dan ARB, kamu perlu mengenal yang namanya Auto Rejection (AR), seperti dirangkum dari berbagai sumber.

Auto Rejection adalah batasan minimum dan maksimum suatu kenaikan dan penurunan harga saham dalam satu hari perdagangan bursa.

Mekanismenya begini, sistem bursa atau yang dikenal dengan Jakarta Automated Trading Sysyem (JATS) akan melakukan penolakan secara otomatis terhadap penawaran jual atau beli bila harga saham melebihi batasan harga yang ditetapkan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jadi, kalau harga saham A naik melampaui batas persentase atas yang ditentukan BEI dalam sehari akan terkena ARA. Sementara kalau harganya turun melebihi batas bawah kena ARB.

Ciri-ciri saham yang terkena ARA, tidak ada lagi order di antrean jual (offer), sementara ciri-ciri saham yang terkena ARB, tidak ada lagi order di antrean beli (bid).

Batas Harga Atas dan Bawah Auto Rejection

Tabel Auto Rejection

Harga Saham (Rp)                          Auto Reject Atas (ARA)                Auto Reject Bawah (ARB)

50 – 200                                                     >35%                                        <Rp50 / <7%

>200 – 5.000                                              >25%                                                <7%

>5.000                                                        >20%                                               <7%


Gak usah pusing, begini cara membacanya:

Misalnya

Harga saham Y ditutup Rp 2.000 per lembar pada perdagangan kemarin. Maka batas auto rejection harga saham ini sebesar 25%. Kenaikan harga saham Y hari ini paling banyak sebesar Rp 2.000 + (Rp 2.000 x 25%) = Rp 2.500. Jika melampaui harga Rp 2.500, saham Y akan terkena ARA.

Sedangkan jika harga saham Y turun, maka penurunan paling banyak sebesar Rp 2.000 – (Rp 2.000 x 7%) = Rp 1.860. Jika turunnya melebihi Rp 1.860, maka saham Y terkena ARB.

Kamu sebagai investor dapat membeli atau menjual saham pada harga minimal Rp 1.860 dan maksimal Rp 2.500. Jika jual atau beli melebihi harga tersebut, order atau permintaanmu akan ditolak otomatis oleh sistem perdagangan BEI.  

Untuk diketahui pula, jika ARA dan ARB berlangsung selama beberapa hari berturut-turut, saham tersebut bisa saja di suspen atau dihentikan sementara BEI dalam kurun waktu tertentu.

Ada Auto Rejection Biar Investor Gak Rugi Besar

Meski judulnya penolakan, namun auto rejection yang diterapkan BEI demi kemaslahatan investor saham. Kok begitu?

Mekanisme auto rejection, seperti pemberlakuan ARA dan ARB dapat melindungi investor

Biar tidak ada harga saham yang merosot terlalu signifikan, sehingga bikin investor rugi besar. Juga supaya tidak ada harga saham yang naik gila-gilaan, dan dimanfaatkan bandar atau pihak-pihak tertentu

Agar perdagangan saham tetap bergerak secara wajar dan sehat

Investor juga dapat berpikir apakah tetap hold saham atau tidak.

Perhatikan Ini Sebelum Beli Saham yang Kena ARA atau ARB

Saham dengan pergerakan sangat fluktuatif, bahkan tidak wajar kerap menyentuh batasan ARA dan ARB.

Saham-saham yang berpotensi masuk ke dalam lubang batas ARA, biasanya:

Saham IPO atau saham yang pertama kali dijual ke publik

Saham yang tersengat sentimen tertentu, seperti aksi korporasi merger atau akuisisi

Bukan saham dengan kapitalisasi pasar besar

Umumnya saham berkapitalisasi menengah dan kecil.

Sedangkan saham yang sering kena ARB, biasanya justru saham-saham blue chip atau yang masuk indeks LQ45.

Kalau kamu ketemu saham-saham yang terkena ARA atau ARB, analisa terlebih dahulu. Jangan cuma melihat keuntungan yang dihasilkan dengan cepat, seperti pada saham yang masuk ARA. Atau harga murah karena kena ARB.

Perhatikan faktor yang mempengaruhinya

Pasti ada faktor pemicu kenaikan atau penurunan harga saham secara signifikan, apakah karena sentimen tertentu, ataupun saham yang kurang likuid, sehingga harganya gampang naik dan turun atau digoreng.

Pompom saham

Bisa juga karena ajakan atau hasutan orang untuk menggerakkan saham tertentu di waktu tertentu pula.

Hindari beli saham auto reject buat newbie

Saham yang terkena ARA atau ARB sangat cepat berubah harganya. Bisa dalam hitungan jam, menit, bahkan detik.

Jadi jangan ambil risiko. Untuk pemula, sebaiknya hindari saham auto reject. Apalagi sudah masuk daftar UMA (Unusual Market Activity) atau saham yang bergerak di luar kewajaran.

Termasuk bila saham tersebut tidak likuid. Ciri-cirinya antrean bid dan offer sedikit biar investasimu gak ambyar.

Belajar Menganalisa Sendiri

Mau nyemplung investasi saham dan bisa dapat cuan, kuncinya ya harus belajar. Belajar analisa fundamental maupun teknikal sendiri.

Jangan latah, ikut-ikutan beli saham yang dipegang orang lain. Belum tentu analisisnya benar. Banyak cara untuk belajar ‘jeroan’ investasi saham, bisa dari buku, internet, ikut komunitas, atau ikut sekolah pasar modal.

Yuk, jadi investor saham yang cerdas. Gak perlu FOMO, dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Selamat mencoba.

sumber : cermati


Lebih lengkapnya silahkan klik :  Saham Online

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Cara Menggunakan Elliott Wave

Mengenal Elliott Wave Teori Elliott Wave dikembangkan oleh R.N. Elliott dan dipopulerkan oleh Robert Prechter . Teori ini menegaskan bahwa perilaku orang banyak surut dan mengalir dalam tren yang jelas. Berdasarkan pasang surut ini, Elliott mengidentifikasi struktur tertentu untuk pergerakan harga di pasar keuangan. Artikel ini adalah sebuah pengantar dasar untuk teori Elliott Wave. Suatu urutan dasar impuls 5-gelombang dan urutan korektif 3-gelombang dijelaskan. Saat teori Elliott Wave menjadi jauh lebih rumit daripada kombinasi 5-3 ini, artikel ini hanya akan fokus pada dasar-dasarnya. RN Elliott Derajat Gelombang dalam Elliott Wave elliott wave degree Konvensi pelabelan yang ditunjukkan di atas adalah yang ditunjukkan dalam buku Elliott Wave. Dalam Elliott-speak, konvensi pelabelan ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat atau tingkat gelombang, yang mewakili ukuran tren yang mendasarinya. Angka Romawi huruf besar mewakili gelombang derajat besar, angka sederha...

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator Saham OBV | On-Balance Volume

Apa itu On-Balance Volume (OBV)? On-balance volume (OBV) adalah indikator momentum perdagangan teknis yang menggunakan aliran volume untuk memprediksi perubahan harga saham. Joseph Granville pertama kali mengembangkan metrik OBV dalam buku 1963, "Granville's New Key to Stock Market Profits." Granville percaya bahwa volume adalah kekuatan utama di balik pasar dan dirancang OBV untuk diproyeksikan ketika gerakan besar di pasar akan terjadi berdasarkan perubahan volume. Dalam bukunya, ia menggambarkan prediksi yang dihasilkan oleh OBV sebagai "a spring being wound tightly." Dia percaya bahwa ketika volume meningkat tajam tanpa perubahan signifikan dalam harga saham, harga akhirnya akan melonjak ke atas atau jatuh ke bawah. indikator obv saham Intisari Penggunaan Indikator OBV On-balance volume (OBV) adalah indikator teknis momentum, menggunakan perubahan volume untuk membuat prediksi harga. OBV menunjukkan sentimen kerumunan yang dapat mempredi...