google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo 15 Bank Sistemik Indonesia Langsung ke konten utama

15 Bank Sistemik Indonesia

Kapasitas dan interkonektivitas antarbank menjadi salah satu tolak ukur sebuah bank berada dalam skala bank sistemik. Ukuran ini pulalah yang menyebabkan sebuah bank bisa masuk atau bahkan keluar dalam Domestic Systemically Important Bank (DSIB) atau bank sistemik.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkoordinasi dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya memperbarui daftar bank sistemik setiap 6 bulan. Pada April 2018, jumlah bank sistemik yang masuk daftar adalah 15 bank.

"Ada kenaikan, sekarang sudah 15 bank sistemik, Kenaikannya karena size," papar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Gedung BI, Senin (30/4/2018).


Sebelumnya, bank sistemik hanya berjumlah 11 bank atau berkurang satu bank dari periode 6 bulan sebelumnya. Wimboh mengatakan, peningkatan kredit bermasalah juga berdampak pada penurunan ukuran aset sebuah bank. Akibatnya, Wimboh mengungkapkan, bank tersebut tergeser dari daftar bank sistemik.

"Kapasitas bank tersebut menurun drastis karena penghapusan kredit macet," ujar dia.

Wimboh mengatakan, pihaknya memantau beberapa bank yang berada pada rentang atau batas (thereshold) berkategori sistemik atau tidak. Dia berjanji akan meningkatkan pengawasan untuk bank sistemik maupun bank yang masih berpotensi untuk sistemik.

"Bank-bank ini kami monitor meski tidak dalam kondisi sistemik. Tapi kami monitor secara khusus seperti bank sistemik. Maka kalau ada risiko bisa kami tangkap lebih dini," ujar dia.

Sementara terkait permodalan, bank-bank sistemik tersebut secara gradual melakukan penambahan capital surcharge dan sejauh ini tidak ada permasalahan mengenai hal tersebut.

"Di samping itu, ada recovery plan juga sebagaimana dikasih tahu regulator," ucap dia.

Berikut data yang berhasil dihimpun oleh CNBC Indonesia dari berbagai sumber di mana kemungkinan besar 15 bank ini masuk daftar bank sistemik. Data ini diperoleh dengan mengurutkan jumlah aset 15 bank terbesar posisi akhir 2017 di Indonesia :

  1. BRI Rp 1.126,2 triliun
  2. Bank Mandiri Rp 1.124,7 triliun
  3. BCA Rp 750,3 triliun
  4. BNI Rp 709,33 triliun
  5. Bank CIMB Niaga Rp 266,3 triliun
  6. BTN Rp 261,36 triliun
  7. Bank Panin Rp 200,99 triliun
  8. Bank Danamon Rp 178,25 triliun
  9. Bank Maybank Indonesia Rp 173,25 triliun
  10. Bank OCBC NISP Rp 153,8 triliun
  11. Bank Permata Rp 148,09 triliun
  12. Bank of Tokyo Mitsubishi Rp 147,01 triliun
  13. HSBC Indonesia Rp 101,01 triliun
  14. Bank BJB Rp 108,4 triliun
  15. Bank Bukopin Rp 100,8 triliun


Dari data yang diperoleh terlihat jika 15 bank besar di atas memiliki aset di atas Rp 100 triliun. Sedangkan bank yang memiliki aset kurang dari angka tersebut kemungkinan akan keluar dari bank sistemik.

https://www.cnbcindonesia.com/market/20180501074731-17-13108/15-bank-ini-kemungkinan-masuk-kategori-sistemik

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Cara Membaca Grafik Saham di Bursa Efek

grafik candlestick saham Pergerakan harga instrumen finansial baik saham maupun forex biasanya digambarkan dalam bentuk grafik. Grafik ini memudahkan trader untuk mengetahui pola-pola pergerakan harga yang terjadi sebelumnya. Ada beberapa jenis grafik yang biasa dipakai di pasar finansial yaitu: Line Chart/Grafik Garis Bar Chart/Grafik Batang Candlestick Chart/Grafik Lilin Grafik  Line Chart  hanya memuat data harga dipenutupan perdagangan yang digambarkan dalam bentuk garis saja. Sementara  Bar Chart  dan  Candlestick Chart  hampir sama dikarenakan memuat data harga pembukaan, harga penutupan, harga tertinggi dan terendah. Hanya saja grafik candlestick lebih mudah dibaca dibandingkan grafik bar. Di samping itu keunggulan lain dari candlestick chart adalah mampu menampilkan psikologi pasar dengan tampilan yang lebih mudah dibaca. Berikut tampilan masing-masing chart menggunakan contoh Indeks S&P500: Line Chart Bar Chart Candlestick Chart Saya priba

Cara Menghitung Beta Saham CAPM

Apa itu CAPM CAPM (Capital Asset Pricing Model) adalah model yang digunakan untuk menentukan tingkat pengembalian(required return) dari suatu aset. Model ini mendapatkan penghargaan nobel  pada tahun 1990 dan pada prakteknya juga sering digunakan untuk menentukan nilai cost of equity. Dari sudut pandang investor, besarnya tingkat pengembalian seharusnya berbanding lurus dengan risiko yang diambil. Untuk memudahkan saya buat ilustrasi yang disederhanakan sebagai berikut: Alex punya uang 100juta, berkeinginan untuk menginvestasikan uangnya pada bisnis warung retail. Pertanyaan yang seringkali dihadapi adalah: Jika Alex memutuskan untuk berinvestasi pada bisnis warung retail, berapa besar tingkat pengembalian yang harus dia dapatkan? Mengingat bahwa jika dia menginvestasikan uangnya, dia dihadapkan dengan risiko bisnis warung retail. Pertimbangan untuk Alex Deposito Investasi Toko/Warung Retail Risiko Minim, relatif nggak ada bagi Alex Bisa bangkrut atau perkembangan bisnis tida

Mengenal Indikator Exponential Moving Average - EMA

Apa itu Exponential Moving Average - EMA? Exponential Moving Average (EMA) adalah jenis moving average (MA) yang menempatkan bobot lebih besar dan signifikansi pada titik data terbaru. Exponential Moving Average juga disebut sebagai Moving Average tertimbang secara eksponensial. Moving Average tertimbang secara eksponensial bereaksi lebih signifikan terhadap perubahan harga saat ini daripada rata-rata bergerak sederhana (SMA), yang menerapkan bobot yang sama untuk semua pengamatan pada periode tersebut. Memahami Indikator EMA EMA adalah Moving Average yang menempatkan bobot lebih besar dan signifikansi pada titik data terbaru. Seperti semua moving average, indikator teknis ini digunakan untuk menghasilkan sinyal beli dan jual berdasarkan crossover dan divergensi dari rata-rata historis. Pedagang sering menggunakan beberapa hari EMA yang berbeda - misalnya rata-rata bergerak 20 hari, 30 hari, 90 hari, dan 200 hari. Formula EMA Tiga langkah dasar untuk menghit