google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Info Emiten : CTRA, 27 Januari 2017 Langsung ke konten utama

Info Emiten : CTRA, 27 Januari 2017

CTRA kian sensitif dengan bunga setelah merger

JAKARTA. likuiditas saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) memang jauh lebih menarik pasca merger dengan anak usahanya. Namun, dibalik itu ada resiko yang berpotensi mengganggu fundamental perseroan kedepan.

"Eksposur atas naiknya suku bunga acuan memang meningkat," ujar Direktur Keuangan CTRA Tulus Santoso kepada KONTAN belum lama ini.

Sebab, setelah merger dengan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) dan PT Ciputra Property Tbk (CTRP), CTRA nanti bakal melayani lebih banyak pembelian rumah dengan skema pembayaran KPR.

"Skema pembayaran KPR banyak berasal dari CTRS karena CTRP lebih banyak ke bisnis sewa," imbuh Tulus.

Sebelum merger, sekitar 29% pembayaran atas pembelian properti CTRA merupakan KPR. Pasca merger, eksposurnya meningkat seiring dengan porsi KPR yang bertambah menjadi 49%.

Analis Mirae Sekuritas Franky Rivan melihat, eksposur suku bunga ini yang kemunkinan bakal membatasi prospek CTRA kedepan. Di sisi lain, ia juga masih memandang bearish akan sektor properti.

Ia juga melihat adanya ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikan suku bunga acuan sebesar 1% sepanjang tahun ini. "Kami percaya ini dapat menghambat kemampuan pembeli properti untuk mengambil KPR, dan menghalangi agresivitas penjualan properti CTRA," tulis Franky dalam riset 23 Januari lalu.

Tulus tak menampik adanya risiko ini. Namun, dia masih optimistis dengan target pra penjualan atau marketing sales 2017 yang dipatok pada angka Rp 8,2 triliun, naik 15% dibanding tahun lalu.

Sebab, CTRA sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi adanya resiko kenaikan suku bunga. Salah satunya, dengan membagun ukuran rumah dengan tipe yang lebih kecil. Sehingga, harganya lebih terjangkau dan daya beli tetap terjaga.

Di sisi lain, Tulus melihat pemerintah dan BI akan berupaya maksimal untuk menahan suku bunga, apalagi setelah bergulirnya rencana target bunga single digit.

"Jadi, kemungkinan maksimalnya paling bunga tetap," kata Tulus.

Franky menambahkan, semakin atraktifnya saham CTRA pasca merger setidaknya masih mampu menetralisir adanya eksposur suku bunga bagi CTRA.

Keuntungan paling besar pasca merger ini adalah, kapitalisasi pasar CTRA yang membesar menjadi sekitar Rp 24,9 triliun dari sebelumnya Rp 5 triliun. Hal ini membuka peluang saham CTRA bakal masuk ke dalam Indeks MSCI Indonesia.

Pengumuman terkait daftar anggota MSCI yang baru akan dilakukan pada 9 Februari mendatang. Sejauh ini, perusahaan properti terkecil di dalam MSCI Indonesia memiliki kapitalisasi pasar kurang dari Rp 20 triliun.

Keuntungan lainnya adalah, saham CTRA menjadi lebih likuid. Sebab, pasca merger saham CTRA bertambah 3,1 miliar saham menjadi 18 milyar saham.

Dua hari setelah merger, rata-rata volume perdagangan harian CTRA malah sebesar 68 juta lembar per hari. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata 1 tahun, yaitu 16,1 juta lembar per hari," imbuh Franky.

Sayang, melonjaknya likuiditas ini tak mampu membuat saham CTRA masuk ke jajaran LQ45. dalam daftar LQ45 yang baru diterbitkan pekan ini, hanya ada tiga saham yang menjadi anggota baru yakni saham BUMI, EXCL, dan PPRO.

http://investasi.kontan.co.id/news/ctra-kian-sensitif-dengan-bunga-setelah-merger

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator ADX | Indikator Kekuatan Trend

Perdagangan pada arah tren yang kuat mengurangi risiko dan meningkatkan potensi keuntungan. Average Directional Index (ADX) digunakan untuk menentukan kapan harga sedang tren kuat. Dalam banyak kasus, ini adalah indikator tren utama. Bagaimanapun, tren adalah mungkin teman Anda, tentu menyenangkan untuk mengetahui siapa teman Anda. Pada artikel ini, kita akan membahas tentang ADX sebagai indikator kekuatan tren. Memahami Indikator ADX ADX digunakan untuk mengukur kekuatan tren. Perhitungan ADX didasarkan pada Moving Average dari ekspansi kisaran harga selama periode waktu tertentu. Pengaturan standarnya adalah 14 bar, meskipun periode waktu lain dapat digunakan. ADX dapat digunakan pada kendaraan perdagangan apa saja seperti saham, reksadana, dana yang diperdagangkan di bursa dan futures. ADX diplot sebagai garis tunggal dengan nilai-nilai mulai dari yang rendah dari nol sampai yang tinggi dari 100. ADX adalah non-directional; itu mencatat kekuatan tren apakah harga sedang t...

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) Catat Pendapatan Rp35,64 Miliar Hingga September 2022

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) mencatat pendapatan Rp35,64 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari pendapatan Rp32,97 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan perseroan Rabu menyebutkan, beban pokok pendapatan naik menjadi Rp13,29 miliar dari Rp11,91 miliar dan laba kotor naik menjadi Rp22,34 miliar dari laba kotor Rp21,06 miliar tahun sebelumnya. Beban usaha naik menjadi Rp7,58 miliar dari Rp6,90 miliar membuat laba operasi naik tipis menjadi Rp14,76 miliar dari laba operasi Rp14,16 miliar tahun sebelumnya. Laba sebelum pajak menjadi Rp13,93 miliar naik dari laba sebelum pajak Rp13,17 miliar dan laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk mencapai Rp13,14 miliar naik dari laba bersih Rp12,24 miliar tahun sebelumnya. Jumlah liabilitas mencapai Rp41,41 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari jumlah liabilitas Rp34,44 miliar hingga periode 31 Desember 2021 dan jumlah aset mencapai Rp394,69 miliar hingga periode 30 Se...