google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo [AALI] Astra Agro Lestari anggarkan capex Rp 1,2 triliun Langsung ke konten utama

[AALI] Astra Agro Lestari anggarkan capex Rp 1,2 triliun


PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menyiapkan alokasi belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar Rp 1,2 triliun di tahun ini. Dana yang digelontorkan, utamanya akan digunakan untuk kegiatan replanting juga perawatan tanaman.

"Karena kita setiap tahun akan melakukan replanting sebesar 2,5% dari kebun yang ada, supaya masa depan kita tetap terjaga dengan baik," ungkap Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari, Santosa, dalam paparan publik virtual, Rabu (14/4).  

Santosa bilang, alokasi capex di tahun ini nominalnya tidak akan jauh berbeda dengan capex di tahun 2019. Maklumlah, hingga saat ini Indonesia maupun perseroan masih berada dalam situasi pandemi, sehingga sebagian besar alokasi capex hanya akan digunakan untuk kegiatan yang esensial saja. 

"Tahun lalu capex hampir Rp 1 triliun. Jadi rencananya tahun ini nggak akan jauh beda, tapi kami targetkan Rp 1,2 triliun tahun ini. Dan sebagian besar itu untuk replanting dan perawatan tanaman belum menghasilkan," ungkapnya. 

Selain itu, terang Santosa, alokasi capex di tahun ini juga pada dasarnya akan digunakan untuk melakukan perawatan terhadap sebagian besar infrastruktur perseroan. Hal ini dilakukan untuk menunjang produktivitas kinerja bisnis perseroan di tahun 2021.  "Seperti perawatan jalan, jembatan, pabrik, dan infrasrtuktur lainnya," sebutnya. 

Kondisi pandemi yang masih mengintai Indonesia, membuat AALI tidak berencana menggelontorkan capex yang terlalu signifikan di tahun ini. Sebab, hingga kini  AALI pun masih melakukan pembatasan aktivitas di perkebunan kelapa sawitnya karena sejumlah faktor keamanan.

"Kami masih membatasi akses kontraktor maupun orang luar, kecuali untuk hal-hal yang esensial salah aturnya adalah untuk menerima buah dari masyarakat. Kita masih tetap izinkan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat," terangnya.  

Cukup sulit bagi perseroan untuk menargetkan berapa total produksi CPO yang ingin dicapai di tahun ini. Namun berdasarkan hemat Santosa, dia berharap AALI dapat mencatatkan produksi CPO yang flat. "Kalau untuk Astra Agro mestinya stagnan, karena kalau bertumbuh kami juga sudah melakukan replanting sekitar 2,5% setiap tahun. Sehingga mungkin hasilnya adalah stagnan, kalau pun tumbuh tidak akan terlalu jauh," kata dia. 

Namun sebaliknya, Santosa justru optimistis tingkat rata-rata produksi CPO di Indonesia dapat mencatatkan pertumbuhan yang positif di tahun ini. Sebab tanaman muda yang usianya masih di bawah usia puncak produksi atau di bawah usia 15 tahun, dikatakan Santosa jumlahnya masih cukup banyak. 

"Harusnya sih masih akan meningkat dan kalau mengamati cuaca di Kuartal III 2020 dan Kuartal I tahun ini mestinya cukup kondusif. Memang di Kuartal I 2021 terlihat ada pelemahan, terutama untuk yang sudah masuk usia produksi puncak, namun di akhir Maret maupun awal April terlihat terjadi kenaikan. Jadi mudah-mudahan di tahun ini Indonesia masih akan bertumbuh, " jelasnya. 

Sedikit gambaran, total produksi CPO perseroan di tahun 2020 adalah sebesar 1,43 juta ton. Perolehan tersebut menurun lebih dari 13% dibandingkan dengan tahun 2019 tercatat sebesar 1,65 juta ton. 

Santosa mengungkapkan, naik turunnya tingkat produksi CPO sebenarnya disebabkan oleh banyak faktor. Sehingga akan sulit bagi bagi perseroan untuk melakukan prediksi pertumbuhan produksi dalam jangka pendek. "Nggak bisa mendadak kita meningkatkan produksi begitu saja, kalau berbicara mengenai tanaman," ungkapnya.

Meskipun begitu, ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan perseroan untuk dapat memaksimalkan produksi CPO. Untuk jangka pendek hingga menengah, ada fasilitas riset AALI yang fokus pada pengembangan  sektor industri kelapa sawit. Selain itu,  AALI juga menjalankan sejumlah program yang salah satunya untuk menjaga keseimbangan ekosistem tanah agar kualitas produksi tetap terjaga dengan baik.

"Melihat defisiensi unsur-unsur yang diperlukan oleh tanaman, sehingga kita bisa menambahkan melalui pencampuran di komposisi pupuknya. Itu semua kita akan lakukan, termasuk juga pengendalian hama penyakit, sehingga tidak mengurangi produksi itu dalam jangka pendek dan menengah. Namun kalau melihat absolutnya, sangat banyak faktornya terutama kalau terjadi cuaca perubahan cuaca, baik kekeringan maupun terlalu basah juga bisa mempengaruhi," jelas Santosa. 

Sedangkan dalam jangka panjang, perseroan juga tengah menggenjot program pembibitan mandiri melalui tiga varietas bibit unggul yang dikembangkan melalui tim riset perseroan selama 10 tahun terakhir. Dengan program jangka panjang ini, diharapkan dapat meningkatkan produksi AALI di masa depan. 

"Karena bibit ini memiliki kualitas menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan juga lebih tahan terhadap situasi lokal, karena kita tanam benar-benar di lokasi kita masing-masing baik di Sulawesi, Kalimantan, maupun Sumatera," ujar Santosa.  

Tak hanya sampai di situ, pengembangan-pengembangan terhadap bibit baru lain pun akan terus dilakukan melalui berbagai riset pembibitan yang sudah dijalankan perseroan selama ini.  "Dengan demikian harapannya ke depan akan sustain dan bisa juga kita share kepada masyarakat sekitar di mana kita beroperasi dengan bibit unggul varietas Astra Agro," terangnya. 

Terkait proyeksi harga jual rata-rata CPO di tahun ini, Santosa bilang mestinya secara tahunan akan membaik dari taun lalu. Hal itu karena kenaikan harga CPO yang terjadi sejak akhir Kuartal III 2020 hingga Kuartal IV 2020 masih berlanjut hingga saat ini.  "Mudah-mudahan bisa berlangsung terus sampai di akhir tahun. Kalau toh terjadi penurunan mudah-mudahan tidak terlalu signifikan, karena kenaikan produksi akan kita rasakan di Kuartal III 2021," kata dia. 

Sebagai catatan, harga jual rata-rata CPO meningkat sebanyak 27,8% (yoy) dari Rp 6,689 per-kilogram di tahun 2019 naik menjadi Rp 8,545 per-kilogram di tahun lalu. 

Sumber: KONTAN

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator ADX | Indikator Kekuatan Trend

Perdagangan pada arah tren yang kuat mengurangi risiko dan meningkatkan potensi keuntungan. Average Directional Index (ADX) digunakan untuk menentukan kapan harga sedang tren kuat. Dalam banyak kasus, ini adalah indikator tren utama. Bagaimanapun, tren adalah mungkin teman Anda, tentu menyenangkan untuk mengetahui siapa teman Anda. Pada artikel ini, kita akan membahas tentang ADX sebagai indikator kekuatan tren. Memahami Indikator ADX ADX digunakan untuk mengukur kekuatan tren. Perhitungan ADX didasarkan pada Moving Average dari ekspansi kisaran harga selama periode waktu tertentu. Pengaturan standarnya adalah 14 bar, meskipun periode waktu lain dapat digunakan. ADX dapat digunakan pada kendaraan perdagangan apa saja seperti saham, reksadana, dana yang diperdagangkan di bursa dan futures. ADX diplot sebagai garis tunggal dengan nilai-nilai mulai dari yang rendah dari nol sampai yang tinggi dari 100. ADX adalah non-directional; itu mencatat kekuatan tren apakah harga sedang t...

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) Catat Pendapatan Rp35,64 Miliar Hingga September 2022

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) mencatat pendapatan Rp35,64 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari pendapatan Rp32,97 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan perseroan Rabu menyebutkan, beban pokok pendapatan naik menjadi Rp13,29 miliar dari Rp11,91 miliar dan laba kotor naik menjadi Rp22,34 miliar dari laba kotor Rp21,06 miliar tahun sebelumnya. Beban usaha naik menjadi Rp7,58 miliar dari Rp6,90 miliar membuat laba operasi naik tipis menjadi Rp14,76 miliar dari laba operasi Rp14,16 miliar tahun sebelumnya. Laba sebelum pajak menjadi Rp13,93 miliar naik dari laba sebelum pajak Rp13,17 miliar dan laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk mencapai Rp13,14 miliar naik dari laba bersih Rp12,24 miliar tahun sebelumnya. Jumlah liabilitas mencapai Rp41,41 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari jumlah liabilitas Rp34,44 miliar hingga periode 31 Desember 2021 dan jumlah aset mencapai Rp394,69 miliar hingga periode 30 Se...