google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Analisa Saham BBRI | Earnings below estimate, but still attractive Langsung ke konten utama

Analisa Saham BBRI | Earnings below estimate, but still attractive

BBRI: Earnings below estimate, but still attractive


BBRI mencatatkan laba sebesar Rp8,6 triliun di 3Q19 (+8,4% QoQ; +0,4% YoY) ini setara dengan laba 9M19 sebesar Rp24,8 triliun (+5,3% YoY) dibawah estimasi (PANS: 67,9%; Cons: 66,2%) dimana pertumbuhan laba yang melambat ini lebih disebabkan oleh kenaikan beban provisi ke Rp5,3 triliun (-4,1% QoQ; +63,8% YoY) karena pencadangan 100% untuk segmen korporasi dari Duniatex dan Bosowa. Pertumbuhan kredit sedikit melambat di 3Q19, tercatat sebesar Rp857 triliun, +11,0% YoY (2Q19: +11,3% YoY) karena perlambatan di segmen: (1) consumer (2) small commercial serta (3) SOE. Dana pihak ketiga juga melambat, karena penurunan yang signifikan dari time deposit sejalan dengan kebijakan perseroan untuk menurunkan porsi dari special deposit untuk menjaga cost of fund. Dari kualitas aset, NPL mencatat kenaikan yang signifikan ke 2,9% di 3Q19 (2Q19: 2,3%) disebabkan oleh kenaikan signifikan di segmen korporasi yang naik ke 10,5% (2Q19: 4,8%) karena downgrade yang dilakukan oleh perseroan untuk Duniatex (Rp1,9 triliun) dan Bosowa (Rp3,6 triliun). Sehingga, kami masih merekomendasikan BUY dan menaikan target harga Rp5.000, karena penurunan asumsi risk free rate sebesar 25bps (implied PB 2,7x di 2020), karena: (1) kualitas buku yang akan lebih baik serta cost of credit yang turun kedepannya (2) pertumbuhan kredit dan deposito yang masih lebih tinggi dibandingkan industri (3) ROE & NIM yang membaik pasca penurunan suku bunga dan fokus perusahaan ke high-yield segmen serta (4) ekspansi digital seperti: kerjasama dengan investree serta pinang, masih akan menjadi katalis positif untuk kedepannya.

Laba dibawah estimasi. BBRI mencatatkan net interest income (NII) di 3Q19 sebesar Rp20,6 triliun (+0,7% QoQ; +5,1% YoY) ini membawa NII di 9M19 ke level Rp60,6 triliun (+4,6% YoY), pertumbuhan yang melambat ini disebabkan oleh: (1) kenaikan cost of fund ke 3,63% di 9M19 (9M18: 3,38%) ditengah penurunan tingkat suku bunga serta (2) perlambatan pertumbuhan kredit yang tercatat sebesar Rp857 triliun, +11% YoY (2Q19: 11,3% YoY). Laba tercatat sebesar Rp8,6 triliun di 3Q19 (+8,4% QoQ; +0,4% YoY) ini setara dengan laba 9M19 sebesar Rp24,8 triliun (+5,3% YoY) dibawah estimasi (PANS: 67,9%; Cons: 66,2%) dimana pertumbuhan laba yang melambat ini lebih disebabkan oleh kenaikan beban provisi ke Rp5,3 triliun (-4,1% QoQ; +63,8% YoY) karena pencadangan 100% untuk segmen korporasi dari Duniatex dan Bosowa yang mencatatkan penurunan kualitas aset, namun kami melihat kualitas coverage yang lebih baik karena beban provisi dan cost of credit akan normalisasi kedepannya setelah pencadangan ini.

Perlambatan kredit disebabkan oleh turunnya performa SOE. Pertumbuhan kredit sedikit melambat di 3Q19, tercatat sebesar Rp857 triliun, +11,0% YoY (2Q19: +11,3% YoY) karena: (1) perlambatan segmen consumer yang melambat ke +7,9% (2Q19: +8,7%) karena melambatnya segmen salary based yang relatif flat +2,8% YoY (2) small commercial ke +2,9% (2Q18: +14,5%) serta (3) SOE ke +6,9% (2Q19: +8,2%), tren ini selaras dengan perlambatan kredit di perbankan, karena masih lesunya aktivitas ekonomi serta turunnya aktivitas SOE di tahun politik. Kami melihat perbaikan kredit khususnya di segmen SOE akan meningkat pasca pembentukan kabinet.

Fokus untuk mengurangi dana mahal. Dana pihak ketiga juga melambat, tercatat ke Rp916 triliun, +10,1% YoY (2Q19: +12,9% YoY) karena penurunan yang signifikan dari time deposit yang turun ke Rp370 triliun, +6,6% YoY (2Q19: 15,1% YoY) sejalan dengan kebijakan perseroan untuk menurunkan porsi dari special deposit untuk menjaga cost of fund. Ini juga terlihat dari penurunan komposisi dana pihak ketiga dimana porsi high cost turun ke 40,5% di 3Q19 (2Q19: 41,3%).

NPL naik signifikan dari segmen korporasi. NPL mencatat kenaikan yang signifikan ke 2,9% di 3Q19 (2Q19: 2,3%) disebabkan oleh kenaikan signifikan di segmen korporasi yang naik ke 10,5% (2Q19: 4,8%) karena downgrade yang dilakukan oleh perseroan untuk Duniatex (Rp1,9 triliun) dan Bosowa (Rp3,6 triliun), kebijakan ini juga mengakibatkan SML turun ke 4,5% (2Q19: 4,4%). Namun patut diwaspadai bahwa segmen SOE terus mencatatkan kenaikan tren di SML, tercatat sebesar 4% di 3Q19 (3Q18: 3,05%; 2018: 0,82%).

Kami masih merekomendasikan BUY menaikan TP ke Rp5.000. Kami melihat pasca pencadangan yang signifikan ini akan berdampak terhadap kualitas buku yang lebih baik serta cost of credit yang akan turun, kedepannya sehingga tren laba membaik. Selain itu kombinasi dari: (1) pertumbuhan kredit dan deposito yang masih lebih tinggi dibandingkan industri (2) ROE & NIM yang membaik pasca penurunan suku bunga dan fokus perusahaan ke high-yield segmen serta (3) ekspansi digital seperti: kerjasama dengan investree serta pinang, masih akan menjadi katalis positif untuk kedepannya. Sehingga kami masih merekomendasikan BUY dan menaikan target harga Rp5.000, karena penurunan asumsi risk free rate sebesar 25bps (implied PB 2,7x di 2020). Downside risk dari rekomendasi adalah pertumbuhan kredit yang lebih rendah dari estimasi serta semakin memburuknya kualitas aset.

Best Regards,
Panin Sekuritas

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator ADX | Indikator Kekuatan Trend

Perdagangan pada arah tren yang kuat mengurangi risiko dan meningkatkan potensi keuntungan. Average Directional Index (ADX) digunakan untuk menentukan kapan harga sedang tren kuat. Dalam banyak kasus, ini adalah indikator tren utama. Bagaimanapun, tren adalah mungkin teman Anda, tentu menyenangkan untuk mengetahui siapa teman Anda. Pada artikel ini, kita akan membahas tentang ADX sebagai indikator kekuatan tren. Memahami Indikator ADX ADX digunakan untuk mengukur kekuatan tren. Perhitungan ADX didasarkan pada Moving Average dari ekspansi kisaran harga selama periode waktu tertentu. Pengaturan standarnya adalah 14 bar, meskipun periode waktu lain dapat digunakan. ADX dapat digunakan pada kendaraan perdagangan apa saja seperti saham, reksadana, dana yang diperdagangkan di bursa dan futures. ADX diplot sebagai garis tunggal dengan nilai-nilai mulai dari yang rendah dari nol sampai yang tinggi dari 100. ADX adalah non-directional; itu mencatat kekuatan tren apakah harga sedang t...

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) Catat Pendapatan Rp35,64 Miliar Hingga September 2022

PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk (GOLD) mencatat pendapatan Rp35,64 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari pendapatan Rp32,97 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan perseroan Rabu menyebutkan, beban pokok pendapatan naik menjadi Rp13,29 miliar dari Rp11,91 miliar dan laba kotor naik menjadi Rp22,34 miliar dari laba kotor Rp21,06 miliar tahun sebelumnya. Beban usaha naik menjadi Rp7,58 miliar dari Rp6,90 miliar membuat laba operasi naik tipis menjadi Rp14,76 miliar dari laba operasi Rp14,16 miliar tahun sebelumnya. Laba sebelum pajak menjadi Rp13,93 miliar naik dari laba sebelum pajak Rp13,17 miliar dan laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk mencapai Rp13,14 miliar naik dari laba bersih Rp12,24 miliar tahun sebelumnya. Jumlah liabilitas mencapai Rp41,41 miliar hingga periode 30 September 2022 naik dari jumlah liabilitas Rp34,44 miliar hingga periode 31 Desember 2021 dan jumlah aset mencapai Rp394,69 miliar hingga periode 30 Se...