google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Tower Bersama (TBIG) Kantongi Peringkat AA+ Untuk Penerbitan Obligasi Rp20 Triliun Langsung ke konten utama

Tower Bersama (TBIG) Kantongi Peringkat AA+ Untuk Penerbitan Obligasi Rp20 Triliun


Fitch Ratings Indonesia telah menetapkan program obligasi senilai Rp20 triliun dari PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG, BBB-/AA+(idn)/Stabil) dan penerbitan tahap pertama sebesar Rp1,5 triliun Peringkat Nasional Jangka Panjang 'AA+(idn)'. 

Penerbitan ini diperingkat pada tingkat yang sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjang TBI karena surat utang tersebut mewakili kewajiban senior tanpa jaminan. Perusahaan menara independen yang berbasis di Indonesia ini akan menggunakan hasil penerbitan untuk membiayai kembali utang yang ada.

Peringkat Nasional 'AA' menunjukkan ekspektasi akan tingkat risiko gagal bayar yang sangat rendah relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di negara atau kesatuan moneter yang sama. Risiko default yang melekat hanya sedikit berbeda dari emiten atau obligasi dengan peringkat tertinggi di negara tersebut.
 
Headroom Peringkat Stabil: Kami perkirakan TBI akan mempertahankan leverage bersih EBITDA di bawah 5,3x. Perusahaan berkomitmen untuk peringkat internasional tingkat investasi dan bertujuan untuk menjaga utang bersih/EBITDA triwulanan terakhir di bawah 5,3x dalam jangka pendek hingga menengah. Leverage bersih EBITDA meningkat menjadi 4,7x di 1Q23 dari 4,9x di tahun 2022 karena pembayaran utang dan EBITDA yang stabil.

Perpanjangan Kontrak yang Dapat Dikelola: Kami yakin TBI memiliki risiko perpanjangan kontrak yang terbatas, karena sekitar 16% kontrak pada akhir 1Q23 akan diperbarui hingga tahun 2024. Kami yakin permintaan penyewa dari pemimpin pasar telekomunikasi, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom, BBB/Stabil ) dan PT XL Axiata Tbk (BBB/AAA(idn)/Stabil), harus mengimbangi tidak diperpanjangnya penyewa oleh PT Indosat Tbk (BBB-/AA+(idn)/Stabil) hingga tahun 2024. Kontribusi pendapatan dari top- tiga perusahaan telekomunikasi, termasuk Indosat-Hutch yang baru saja dimerger, tetap tinggi di 82% di 1Q23.

Konsolidasi Industri Menara: Industri menara di Indonesia telah terkonsolidasi menjadi tiga perusahaan menara besar. Kami memperkirakan bahwa TBI dan pemimpin pasar menara independen, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo, BBB/AAA(idn)/Stabil), menguasai separuh menara di Indonesia. PT Dayamitra Telekomunikasi, anak perusahaan Telkom, menguasai hampir 33% setelah mengakuisisi 6.000 menara pada Agustus 2022 dari PT Telekomunikasi Selular.

Kami tidak mengharapkan TBI melakukan akuisisi besar lebih lanjut; yang terakhir dilakukan adalah akuisisi 3.000 menara dari PT Inti Bangun Sejahtera Tbk pada tahun 2021. Industri lainnya terpecah-pecah, dengan peluang terbatas untuk mengakuisisi portofolio menara lain yang cukup besar. Edgepoint DigitalBridge Group Inc adalah operator menara terbesar keempat, dengan 9.000 menara, sedangkan sisanya adalah perusahaan kecil dengan 1.000 hingga 3.000 menara, seperti PT Bali Towerindo Sentra Tbk (A-(idn)/Stabil).

Visibilitas Arus Kas yang Kuat: Peringkat TBI diuntungkan dari perjanjian sewa jangka panjang yang memberikan visibilitas dan stabilitas arus kas. Total pendapatan yang dikunci sekitar Rp31 triliun pada akhir Maret 2023, dan rata-rata sisa masa kontrak adalah 5,5 tahun. Kami menilai risiko non-pembaharuan rendah, kecuali untuk menara yang terpengaruh oleh integrasi jaringan Indosat, karena menara merupakan infrastruktur penting bagi perusahaan telekomunikasi, yang menghindari pemindahan peralatan untuk meminimalkan gangguan layanan.

Pertumbuhan Pendapatan Lebih Lambat: Kami perkirakan pertumbuhan pendapatan akan melambat ke satu digit pada 2023-2025 (2022: 5,6%, 3M23: -1,4%), karena Indosat-Hutch mengkonsolidasikan portofolio menaranya dengan menghilangkan menara yang berlebihan setelah merger. Namun, permintaan menara dan sewa dari XL dan Telkom akan tetap tinggi, karena kami perkirakan perusahaan-perusahaan ini akan berinvestasi sekitar 25%-30% dari pendapatan sebagai belanja modal.

EBITDA yang Kuat : Kami memperkirakan margin EBITDA TBI akan tetap kuat di atas 80% meskipun kami memperkirakan margin yang menyempit. Kami perkirakan margin EBITDA TBI akan turun menjadi 84%-85% (2022 dan 3M23: 86%) pada 2023-2025 karena dampak integrasi jaringan Indosat dan berakhirnya kontrak yang membawa tarif sewa lebih tinggi. Kami menghitung EBITDA setelah disesuaikan dengan bunga sewa dan biaya penyusutan berdasarkan standar akuntansi Indonesia PSAK 73.

Arus Kas Bebas yang Cukup: Kami memperkirakan arus kas bebas akan stabil pada tahun 2023 dengan belanja modal yang lebih rendah. Kami memproyeksikan arus kas dari operasi harus cukup untuk mendanai operasi sehari-hari, belanja modal pemeliharaan, dan dividen. Kami mengharapkan perusahaan untuk mendistribusikan uang tunai kepada pemegang saham dengan hati-hati dan menjaga utang bersih/EBITDA tahunan kuartal terakhir di bawah 5,3x dalam jangka pendek hingga menengah. TBI membayarkan dividen sebesar Rp843 miliar pada tahun 2022.

Meringankan Subordinasi Struktural: Obligasi TBI diperingkat pada tingkat yang sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjangnya, meskipun terdapat subordinasi struktural terhadap utang yang dimiliki oleh anak perusahaan operasional yang menghasilkan pendapatan grup. Hutang peringkat sebelumnya/EBITDA tahunan meningkat menjadi 0,6x pada 1Q23 (2022: 0,8x). Kami yakin hal ini akan terus berlanjut, karena TBI kemungkinan besar akan menggunakan dana obligasi untuk membayar sebagian utang di perusahaan yang beroperasi. Pemulihan kreditur harus kuat dalam skenario kesulitan, karena sebagian besar arus kas operasi terkunci secara kontraktual.

Protelindo dan TBI memiliki profil bisnis yang serupa, karena mereka beroperasi di pasar yang sama, memiliki campuran penyewa yang sebanding dan masing-masing merupakan operator menara independen terbesar dan terbesar kedua di Indonesia. Kami memperkirakan keduanya akan mempertahankan posisi pasar mereka, mengingat kurangnya portofolio menara besar yang tersedia untuk akuisisi dalam jangka menengah. Namun, Protelindo memiliki arus kas bebas yang lebih kuat dan catatan mempertahankan neraca yang konservatif. Kami memproyeksikan EBITDA net leverage TBI akan tetap di sekitar 5,0x hingga 2024, sementara kami memperkirakan Protelindo akan mengurangi utang menjadi 4,1x pada 2024.

TBI mendapatkan peringkat yang lebih tinggi dari produsen makanan dan minuman konsumen yang berbasis di Indonesia, PT Mayora Indah Tbk (AA(idn)/Negatif). Mayora adalah salah satu perusahaan makanan kemasan terbesar di negara ini dan telah mempertahankan leverage bersih EBITDA yang lebih rendah di bawah 1,0x, meskipun kami perkirakan rasionya akan memburuk menjadi 1,5x dalam dua tahun ke depan. Profil bisnis TBI yang lebih kuat mengimbangi leverage yang lebih tinggi. TBI diuntungkan dari visibilitas arus kas yang solid berdasarkan kontrak sewa jangka panjang, didukung oleh klausul kenaikan biaya, sedangkan Mayora menghadapi harga komoditas tinggi yang berkepanjangan dan tekanan inflasi yang meningkat.

Asumsi Utama Fitch Dalam Kasus Peringkat Kami untuk Emiten:

- Pertumbuhan pendapatan melambat menjadi 1%-4% selama 2023-2025 (2022: 5,6%).

- Penambahan sewa bersih yang lebih rendah dari 500 pada tahun 2023 dan meningkat menjadi 2.600 pada tahun 2024 (2022: 1.800), sebagai dampak dari integrasi jaringan Indosat-Hutch.

- Margin EBITDA yang stabil di 84%-85%.

- Capex sekitar Rp2,9 triliun-3,1 triliun pada 2023-2025, atau 44% dari pendapatan.

- Dividen dan pembelian kembali saham secara bersama-sama sebesar Rp1,0 triliun-1,2 triliun.

- Biaya bunga rata-rata sekitar 6,5%-7,0%, karena sebagian besar utang TBI dilindungi oleh suku bunga tetap.

Sumber: emitennews
-
Materi video tutorial belajar trading dan investasi saham ada di Channel Youtube Saham Online. 

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Cara Membaca Grafik Saham di Bursa Efek

grafik candlestick saham Pergerakan harga instrumen finansial baik saham maupun forex biasanya digambarkan dalam bentuk grafik. Grafik ini memudahkan trader untuk mengetahui pola-pola pergerakan harga yang terjadi sebelumnya. Ada beberapa jenis grafik yang biasa dipakai di pasar finansial yaitu: Line Chart/Grafik Garis Bar Chart/Grafik Batang Candlestick Chart/Grafik Lilin Grafik  Line Chart  hanya memuat data harga dipenutupan perdagangan yang digambarkan dalam bentuk garis saja. Sementara  Bar Chart  dan  Candlestick Chart  hampir sama dikarenakan memuat data harga pembukaan, harga penutupan, harga tertinggi dan terendah. Hanya saja grafik candlestick lebih mudah dibaca dibandingkan grafik bar. Di samping itu keunggulan lain dari candlestick chart adalah mampu menampilkan psikologi pasar dengan tampilan yang lebih mudah dibaca. Berikut tampilan masing-masing chart menggunakan contoh Indeks S&P500: Line Chart Bar Chart Candlestick Chart Saya priba

Apa itu Saham ? Pengertian, Contoh, Jenis, Keuntungan, Resiko

Apa itu Saham? Saham adalah jenis surat berharga yang menandakan kepemilikan secara proporsional dalam sebuah perusahaan penerbitnya. Saham kadang disebut ekuitas. Saham memberikan hak kepada pemegang saham atas proporsi aset dan pendapatan perusahaan.  Saham pada umumnya  dijual dan dibeli di bursa saham . Akan tetapi saham juga dijual secara pribadi. Transaksi saham harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang dimaksudkan untuk melindungi investor dari praktik penipuan.  Secara historis, investasi saham telah mengungguli sebagian besar investasi lainnya dalam jangka panjang. Investasi saham dapat dilakukan melalui broker saham online atau sekuritas saham yang terdaftar di lembaga yang mengaturnya di sebuah negara.  Sebuah perusahaan terbuka menerbitkan / menjual saham dalam rangka mengumpulkan dana untuk menjalankan bisnisnya. Pemegang saham, ibaratnya telah membeli secuil perusahaan dan memiliki hak atas sebagian aset dan pendapatannya. Dengan kata lain, pemegan

Cara Menghitung Beta Saham CAPM

Apa itu CAPM CAPM (Capital Asset Pricing Model) adalah model yang digunakan untuk menentukan tingkat pengembalian(required return) dari suatu aset. Model ini mendapatkan penghargaan nobel  pada tahun 1990 dan pada prakteknya juga sering digunakan untuk menentukan nilai cost of equity. Dari sudut pandang investor, besarnya tingkat pengembalian seharusnya berbanding lurus dengan risiko yang diambil. Untuk memudahkan saya buat ilustrasi yang disederhanakan sebagai berikut: Alex punya uang 100juta, berkeinginan untuk menginvestasikan uangnya pada bisnis warung retail. Pertanyaan yang seringkali dihadapi adalah: Jika Alex memutuskan untuk berinvestasi pada bisnis warung retail, berapa besar tingkat pengembalian yang harus dia dapatkan? Mengingat bahwa jika dia menginvestasikan uangnya, dia dihadapkan dengan risiko bisnis warung retail. Pertimbangan untuk Alex Deposito Investasi Toko/Warung Retail Risiko Minim, relatif nggak ada bagi Alex Bisa bangkrut atau perkembangan bisnis tida