google-site-verification=zsLknblUv9MPpbGfVx9l3sfhCtAjcEQGFzXwTpBAmUo Rekomendasi di Tengah Maraknya Rights Issue Saham | 22 Februari 2018 Langsung ke konten utama

Rekomendasi di Tengah Maraknya Rights Issue Saham | 22 Februari 2018

Rekomendasi di Tengah Maraknya Rights Issue Saham

Sejumlah emiten telah merencanakan untuk menerbitkan saham baru tahun ini, baik melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue dan juga lewat skema non-HMETD alias private placement. Meski begitu, tak semua saham emiten yang akan melaksanakan rights issue dan private placement menarik untuk dikoleksi.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan ada 16 perusahaan yang akan menerbitkan saham baru. "12 diantaranya akan menggunakan skema rights issue, sementara tiga lainnya akan private placement, dan satu yang akan menggunakan skema MESOP," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (21/2).

Namun, ia tak menyebutkan nama perusahaan serta total nilai penerbitan saham baru tersebut.

KONTAN mencatat, ada beberapa perusahaan yang sudah menyatakan niatnya untuk rights issue. Empat diantaranya merupakan perusahaan hrup Lippo yaitu PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), PT Multipolar Tbk (MLPL), dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) juga akan melaksanakan rights issue yang mengincar dana segar sebesar Rp 1,1 triliun.

Beberapa bank juga menyatakan niatnya untuk rights issue di tahun ini. PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW), PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII), PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS) dan PT Bank Rakyat Indonesia Agro Tbk (AGRO).

Di sisi lain, dua perusahaan tercatat sudah memperoleh izin dari para pemegang sahamnya untuk melakukan private placement. Perusahaan tersebut ialah PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) yang mengincar dana Rp 30 miliar dan akan menggunakan dana tersebut untuk keperluan penambahan armada. PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) juga akan melakukan private placement senilai Rp 3,57 triliun untuk keperluan akuisisi atau belanja modal (capex).

Analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji mengatakan, penyelenggaraan rights issue dan private placement bisa menjadi sentimen positif bagi para emiten. "Dengan begitu, harga saham mereka berpotensi untuk naik berkat aksi korporasi tersebut," pungkasnya kepada KONTAN, Rabu (21/2).

Namun, investor harus memperhatikan tujuan penggunaan dana rights issue dan private placement tersebut. Menurutnya, selama penggunaan dana tersebut bisa meningkatkan kinerja emiten maka aksi tersebut bakal menarik bagi investor, baik bagi investor yang sudah memiliki saham tersebut maupun yang belum.

Untuk investor yang sudah memiliki saham tersebut, tujuan penggunaan dana bisa mendorong mereka untuk mengeksekusi haknya dalam rights issue. Hal tersebut juga bisa mendorong para investor yang baru akan masuk ke saham-saham tersebut untuk masuk ke saham tersebut sehingga mereka bisa meraih keuntungan dari peningkatan kinerja pasca rights issue.

Meski private placement tidak terbuka bagi investor publik, saham-saham yang akan melakukan private placement seperti SCMA jadi semakin menarik bila dana hasil hajatan tersebut digunakan untuk ekspansi bisnis. "Karena hal tersebut bisa memberikan katalis positif terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang," ujar Nafan.

Investor juga harus memperhatikan valuasi emiten yang akan melakukan rights issue dan private placement. Hal ini lantaran valuasi bisa dijadikan landasan untuk investasi jangka panjang.

Nah, dari sekian banyak emiten yang akan melakukan aksi korporasi, Nafan melihat saham LPKR dan LPCK menarik untuk dimasukkan ke dalam portofolio maupun untuk dieksekusi HMETD-nya. Meski dilanda tantangan lesunya sektor properti, kedua saham ini dinilai masih memiliki valuasi yang murah dengan PER di bawah 15x.

Ia pun merekomendasikan buy untuk saham LPKR dengan target harga di level Rp 590. Rekomendasi buy juga ia berikan untuk saham LPCK dengan target harga jangka panjang di level Rp 3.660.

source:
KONTAN

Komentar

Saham Online di Facebook

Postingan populer dari blog ini

Money Flow Index | Penggunaan dan Setting Indikator MFI

Apa itu Money Flow Index (MFI)? Money Flow Index (MFI) adalah osilator teknis yang menggunakan harga dan volume untuk mengidentifikasi kondisi jenuh beli atau jenuh jual dalam aset. Hal ini juga dapat digunakan untuk melihat divergensi yang memperingatkan perubahan tren harga. Osilator bergerak antara 0 dan 100. Tidak seperti osilator konvensional seperti Relative Strength Index (RSI) , Money Flow Index menggabungkan data harga dan volume, sebagai lawan dari harga yang adil. Untuk alasan ini, beberapa analis menyebut MFI sebagai "the volume-weighted RSI". Money Flow Index pada Indonesia Composite Kunci dalam Memahami Indikator MFI Indikator biasanya dihitung menggunakan 14 periode data. Pembacaan MFI di atas 80 dianggap overbought dan pembacaan MFI di bawah 20 dianggap oversold. Overbought dan oversold tidak selalu berarti harga akan berbalik, hanya saja harga mendekati tinggi atau rendah dari kisaran harga terbaru. Pembuat indeks, Gene Quong dan Avru...

Mengenal Indikator ADX | Indikator Kekuatan Trend

Perdagangan pada arah tren yang kuat mengurangi risiko dan meningkatkan potensi keuntungan. Average Directional Index (ADX) digunakan untuk menentukan kapan harga sedang tren kuat. Dalam banyak kasus, ini adalah indikator tren utama. Bagaimanapun, tren adalah mungkin teman Anda, tentu menyenangkan untuk mengetahui siapa teman Anda. Pada artikel ini, kita akan membahas tentang ADX sebagai indikator kekuatan tren. Memahami Indikator ADX ADX digunakan untuk mengukur kekuatan tren. Perhitungan ADX didasarkan pada Moving Average dari ekspansi kisaran harga selama periode waktu tertentu. Pengaturan standarnya adalah 14 bar, meskipun periode waktu lain dapat digunakan. ADX dapat digunakan pada kendaraan perdagangan apa saja seperti saham, reksadana, dana yang diperdagangkan di bursa dan futures. ADX diplot sebagai garis tunggal dengan nilai-nilai mulai dari yang rendah dari nol sampai yang tinggi dari 100. ADX adalah non-directional; itu mencatat kekuatan tren apakah harga sedang t...

Cara Membaca Indikator Stochastic Oscillator dengan 3 Metode

Keberadaan stochastic telah sedikit disinggung sebagai indikator oscillator yang mampu menunjukkan kondisi jenuh harga. Dulunya, banyak trader mengetahui cara membaca indikator Stochastic hanya untuk penerapan praktis. Namun sebenarnya, Stochastic terdiri dari berbagai macam komponen dan memiliki lebih dari satu manfaat. Untuk mengungkapnya, kita akan mempelajari 3 cara membaca indikator Stochastic berikut. Baca juga: Memahami arti LOT dalam Investasi Saham 1. Cara Membaca Indikator Stochastic Sebagai Penanda Overbought Oversold Cara membaca indikator Stochastic menurut fungsi ini adalah yang paling mudah. Pada dasarnya, indikator ciptaan George Lane ini memiliki dua level ekstrim, yakni 80 dan 20. Masing-masing level tersebut berperan sebagai batas overbought dan oversold. Indikator Stochastic menunjukkan kondisi overbought ketika grafik berada di atas level 80. Sementara itu, cara membaca indikator Stochastic untuk mengenali oversold adalah dengan memperhatikan grafik yang sudah turu...